Kerajaan-Kerajaan Besar Pada Masa Hindu-Budha

loading...
Pada masa imbas Hindu-Budha di Indonesia terdapat banyak kerajaan-kerajaan yang tumbuh dan berkembang di indonesia. Di kelas X kau telah mempelajari wacana kerajaan-kerajaan masa Hindu-Budha di Indonesia. Di antara kerajaan itu terdapat kerajaan yang mempunuai wilayah dan imbas yang luas di Nusantara.

Budha di Indonesia terdapat banyak kerajaan Kerajaan-Kerajaan Besar Pada Masa Hindu-Budha


Bahkan pengaruhnya mencapai wilayah lain di daerah Asia Tenggara. Luasnya wilayah dan imbas kerajaan tersebut menimbulkan kerajaan tersebut menjadi kerajaan besar di Nusantara. Kerajaan tersebut yaitu Sriwijaya dan Majapahit.

1. Sriwijaya
Merupakan kerajaan Budha yang memberi banyak imbas di Nusantara. Wilayah kekuasaannya membentang dari Kamboja, Thailand, Semenanjung Malaya, Sumatera, Jawa, Kalimantan, Hingga Sulawesi. Sriwijaya merupakan kerajaan maritim yang berpengaruh yang kehidupan perekonomiaannya mengandalkan sektor perdagangan. Berikut ini kehidupan politik, ekonomi, sosial, dan budaya Kerajaan Sriwijaya.

- Kedidupan Politik
Ketika kerajaan Funan di Indo-Cina runtuh, Sriwijaya melaksanakan politik perluasan terhadap daerah-daerah lain di sekitarnya untuk memperluas wilayah kekuasaannya. Setelah berhasil menguasai Palembang, ibu kota Kerajaan Sriwijaya dipindahkan dari Muraha Takus ke Palembang. Dari Palembang, Sriwijaya gampang sanggup menguasai daerah-daerah disekitarnya ibarat Bangka dan Jambi Hulu.

Maka dalam kala ke 7 M, Kerajaan Sriwijaya telah berhasil menguasai kunci-kunci jalan perdagangan yang penting ibarat Selat Sunda, Selat Bangka, Selat Malaka, dan Laut Jawa penggalan barat.

Pada kala ke-8 M, perluasan kerajaan Sriwijaya ditujukan ke arah utara, yaitu menduduki Semenanjung Malaya dan Tanah Gentring Kra. Pendudukan terhadap daerah Semenanjung Malaya bertujuan untuk menguasai daerah penghasil lada dan timah. Sedangkan pendudukan terhadap daerah Tanah Genting Kra berjutuan untuk menguasai jalur pterdagangan antara Cina dan India.

Tanah Genting Kra sering dipergunakan oleh para pedagang untuk menyeberang dari perairan lautan Hindia ke Laut Cina Sselatan, untuk menghindari persinggahan di sentra Kerajaan Sriwijaya. Pada final kala ke-8 M, Kerajaan Sriwijaya telah berhasil menguasai seluruh jalur perdagangan di Asia Tenggara, baik yang melalui Selat Malaka, Selat Karimata, dan Tanah Genting Kra.

Untuk menjamin keamanan wilayah kekuasaannya, Sriwijaya menjalin korelasi baik dengan Cina. Hubungan baik ini selain dimaksudkan untuk kepentingan perdagangan juga merupakan korelasi yang bersifat politis, sehingga dengan demikian Kerajaan Cina tidak akan mengadakan penyerangan terhadap Sriwijaya.

Selain dengan Cina, Sriwijaya juga mengadakan korelasi kerjasama Kerajaan kerajaan lain di Asia Tenggara, baik untuk kepentingan politik maupun untuk perdagangan. Untuk memperluas imbas kerajaan, Raja Sriwijaya melaksanakan perkawinan politik dengan kerajaan lain. Hal ini dilakukan oleh penguasa Sriwijaya dapunta Hyang pada tahun 664 Masehi. Dengan menikahkan soba Kencana, Putri kedua raja kerajaan Tarumanegara, linggawarman.

Perkawinan ini melahirkan seorang Putra Yang menjadi Raja Sriwijaya berikutnya yang berjulukan dharmasetu. Termos itu kemudian mempunyai putri yang berjulukan Dewi Tara. Putri ini kemudian Iya nikahkan dengan Samaratungga, kemudian lahir Balaputradewa yang menjadi raja di Sriwijaya dari 833 hingga 856 Masehi.

Sriwijaya dengan India, bukan hanya untuk kepentingan politik dan ekonomi, tetapi juga untuk kepentingan menimbulkan Sriwijaya sebagai sentra agama Budha terbesar di Asia Tenggara. Untuk maksud tersebut diatas banyak biksu dari Sriwijaya yang dikirim ke sekolah tinggi tinggi nalanda di India Selatan guna mendalami pemikiran agama Buddha. Dalam prasasti nalanda yang berasal dari kala ke-9 Masehi, disebutkan ada hadiah sebidang tanah dari Raja dewapaladewa untuk keperluan pembangunan sebuah, kepada Raja Balaputradewa yakni seorang raja Swarna Dwipa.

Pembangunan Vihara itu dimaksudkan untuk kepentingan para peziarah dari Sriwijaya yang tiba kenal Anda untuk mendalami pemikiran agama Buddha. Dalam prasasti itu disebutkan bahwa Balaputradewa ialah cucu dari Raja Jawa yang menjadi mustika keluarga Syailendra yang bergelar Sri Wirawairaimathana, sedangkan ayahnya ialah samaragrawira yang disebut dalam prasasti kelurak di Jawa Tengah, sedangkan nama samaran Wira sama dengan Samaratungga yang memerintah di Jawa Tengah pada tahun 928 hingga dengan 850 Masehi.

Akhir pemerintahan Balaputradewa tidak diketahui dengan, Dari Berita Cina diperoleh karangan bahwa pada tahun 971, 972, 974 dan 975 Sriwijaya mengirim utusan ke Cina, tetapi raja yang mengirim utusan itu tidak disebutkan. Kemudian menurut Berita Cina, pada tahun 992, ada utusan dari Jawa yang akan kembali ke negerinya tetapi terpaksa tinggal sementara waktu di kantor alasannya mendengar bahwa Sriwijaya sedang berperang dengan raja Jawa. Karangan dari Cina ini sanggup dibenarkan alasannya sesuai dengan kenyataan pada tahun 990 Raja Dharmawangsa dari Jawa Timur mengirim armadanya menyerang Sriwijaya.

Raja Sriwijaya pada ketika itu ialah Sri sudamaniwarmadewa. Pada masa pemerintahannya Kerajaan Sriwijaya makin populer dengan sentra pengembangan agama Budha. Pada tahun 1011 dan 1023, tiba dari Tibet Seorang pendeta Budha yang berjulukan Atisa untuk menerima bimbingan pribadi dari pendeta tertinggi Sriwijaya yaitu Dharma kirti.

Sri sudamaniwarmadewa tidak usang memerintah. Iya diganti oleh putranya yang berjulukan Maro wijayatunggawarman yangyang mengaku keturunan dinasti Sailendra. Iya tidak mengakui kekuasaan Dharmawangsa di Jawa Timur. Untuk memperkuat dirinya ia mengadakan korelasi persahabatan dengan raja colamandala yang berjulukan RajaRaja I. Dalam masa pemerintahannya murka wijayatunggawarman berhasil memulihkan kewibawaan Kerajaan Sriwijaya dengan menduduki kembali daerah Semenanjung Malaka, sehingga ia disebut Raja ketahan dan Kedah Di Malaya. dan Sriwijaya.

Tidak diketahui pasti, Apa yang menimbulkan persahabatan antara Sriwijaya dengan colamandala menjelma bermusuhan pada tahun 1023. Pada ketika itu Sriwijaya diperintahkan sanggrama wijayatunggawarman. Sedangkan kerajaan colamandala diperintah oleh Rajendra chola Dewa, putra dari rajaraja I. Pada tahun 1023, Iya mengadakan serangan besar-besaran terhadap Kerajaan Sriwijaya. Serangan pertama ini rupanya tidak berhasil, sehingga pada tahun 1030 ia meluncurkan serangan kedua dan pada kesempatan itu Raja Sriwijaya berhasil ditawan.

Pada tahun 1068 sekali lagi kerajaan colamandala mengadakan serangan yang lebih ditujukan terhadap daerah Semenanjung Malaka, Raja colamandala ketika itu Wira Rajendra ia berhasil menaklukkan Raja kadaram dan menawannya, tetapi kemudian dilepas lagi sehabis ia bersedia mencium kaki Raja India itu.

Dengan adanya serangan serangan dari kerajaan colamandala itu Kerajaan Sriwijaya makin lemah. Kemudian Sriwijaya masih bisa bangun kembali menjadi kerajaan. Hal ini Hal ini terbukti dengan ditemukannya sisa sisa bangunan suci berupa stupa dan Kaprikornus Makara yang salah satunya berangkat tahun 1064. Juga Tapanuli Selatan ditemukan sebuah bangunan suci agama Buddha yang oleh masyarakat setempat disebut dengan nama biaro bahal.

Selain itu ditemukan pula arca-arca perunggu yang ragam seni kerjanya sama dengan langgam seni Arca Jawa Tengah.

Kemudian ada juga arca awalokiteswara yang diapit oleh dua orang Tara. Pada penggalan ganjal Arca ini terdapat tulisan, Arca ini dibentuk oleh PU surya pada tahun 1024.

Kerajaan Sriwijaya sebagai sentra agama Budha terbesar di Asia Tenggara hasilnya mengalami kehancuran sehabis adanya serangan dan pelukan yang dilakukan Kerajaan Majapahit pada tahun 1477 Masehi.

B. Kehidupan ekonomi

Sebagai negara maritim diyakini bahwa perdagangan merupakan bidang ialah Sriwijaya. Kerajaan Sriwijaya berada pada wilayah yang sangat strategis yaitu pada pelayaran perdagangan internasional antara India dan Cina. Selain itu keberadaan Sungai Musi di Palembang sangat membantu Sriwijaya dalam membuatkan pertumbuhan ekonominya.

Sriwijaya berkembang pesat sehabis menguasai Selat Malaka yang merupakan urat nadi Perhubungan bagi daerah-daerah di Asia Tenggara. BanyakBanyak Kapal absurd yang singgah di pelabuhan ini untuk menambah perbekalan nasi daging air minum.

Sehingga Sriwijaya berkembang menjadi pelabuhan transito bagi para pedagang baik dari dalam maupun di luar negeri.

Hal ini juga sesuai dengan informasi Cina dari I-Tsing yang menyebutkan bahwa banyak Kapal absurd yang tiba ke sriwijaya. Parabola mini tinggal berapa usang di Sriwijaya Menunggu datangnya pergantian angin yang akan membawa mereka berlayar menuju tempat tujuan.

Kedudukan Sriwijaya sebagai negara maritim juga dilakukan dengan armada maritim yang berpengaruh yang bisa menjamin keamanan di jalur jalur pelayaran yang menuju Sriwijaya.

Sehingga banyak pedagang dari luar yang singgah dan Berdagang di wilayah kekuasaan Sriwijaya. Untuk mengontrol acara perdagangan di Sela Malaka, penguasa Sriwijaya membangun sebuah Bandar di Ligor Malaysia. Hal ini diketahui dari prasasti Ligor Yang bertahun 775 Masehi.

Hasil bumi Kerajaan Sriwijaya merupakan modal utama bagi masyarakatnya untuk terjun dalam acara pelayaran dan perdagangan. Sriwijaya menghasilkan beberapa kerajaan alam di antaranya cengkeh Kapulaga pala lada bilang kayu gaharu kayu cendana kapur barus Garden timah emas perak ebonit kayu sappan rempah-rempah dan penyu.

Barang-barang ini menarik para pedagang dari barat dan timur untuk berlomba-lomba berdagang dengan Sriwijaya. Barang-barang tersebut dijual atau diperdagangkan kain katun, Sutra dan porselen melalui kekerabatan dagangnya dengan Cina India Arab dan Madagaskar.

Para pedagang dari banyak sekali bangsa ibarat Cina ke Sriwijaya. Dengan adanya Pedagang pedagang dari luar yang singgah maka kemakmuran Sriwijaya meningkat dengan pesat.

Peningkatan pendapatan diperoleh dari pembayaran upeti pajak maupun laba dari hasil perdagangan sehingga Sriwijaya melalui kegiatan perdagangan dengan kerajaan lain. Sriwijaya berkembang menjadi kerajaan yang besar dan makmur.

Selain perdagangan rakyat Sriwijaya mengandalkan pertanian hal ini bisa kita simpulkan dari goresan pena Abu zayd Hasan pelaut Persia yang menerima keterangan dari seorang pedagang Arab berjulukan Sulaiman.

Abu Zaid Hasan menceritakan bahwa zabaq (Sriwijaya) mempunyai tanah yang subur dan wilayah kekuasaan yang luas hingga ke seberang lautan. Dengan tanah yang subur Sriwijaya kemungkinan mempunyai hasil pertanian yang cukup diminati para pedagang asing. Apalagi wilayah Sriwijaya demikian luas hingga mencapai kedalaman Sumatera dan Jawa. Sementara itu duduk kasus penguasaan tanah pada masa Sriwijaya sanggup dilihat dari Prasasti kedukan bukit yang membahas taman sriksetra. Diduga duduk kasus kepemilikan tanah ini sepenuhnya hak raja.

C. Kehidupan Keagamaan
Kerajaan Sriwijaya merupakan sentra pertemuan antara para jamaah agama Buddha dari Cina ke India dan dari India dan Cina.

Melalui pertemuan itu di Kerajaan Sriwijaya berkembang pemikiran Buddha Mahayana. Berita Cina dari I-Tsing menyatakan bahwa Sriwijaya merupakan sebuah kota berbenteng alasannya dikelilingi tembok.  Iya menyampaikan bahwa kota itu dihuni oleh kurang lebih 1000 orang biksu yang mendalami pemikiran agama Budha Seperti halnya di India.

Para biksu yang mencar ilmu itu di bawah bimbingan guru yang populer berjulukan sakyakirti. Terpengaruhnya oleh kemajuan Sriwijaya sebagai sentra agama Budha, I-Tsing menganjurkan biar pendeta pendeta Cina yang akan mencar ilmu di India terlebih dahulu sehingga di Sriwijaya untuk mempelajari dasar-dasar agama Buddha dan tata bahasa Sansekerta selama setahun atau 2 tahun.

I-TSING ialah seorang biksu Budha dari Cina yang pada tahun 671 berangkat dari kantor ke India untuk mencar ilmu agama Buddha. Iya singgah di Sriwijaya selama 6 bulan untuk mencar ilmu bahasa Sansekerta. Di Di Sriwijaya Iya mencar ilmu kepada seorang guru agama Budha populer berjulukan sakyakirti yang menulis buku berjudul hastadandasastra. I-TSING juga menuliskan bahwa para biksu Cina yang hendak mencar ilmu agama ke India dianjurkan untuk mencar ilmu di Sriwijaya selama 1 hingga 2 tahun. I-Tsing menetap selama 6 tahun untuk memperdalam agama Buddha di Sriwijaya. Salah satu karya yang dihasilkannya ialah ta tiang si yu ku fu kao seng chuan yangyang selesai ditulis pada tahun 692 Masehi. Selain sakyakirti guru besar agama Buddha dari Sriwijaya yang lain ialah dharmapala. Iya pernah mengajar agama Buddha di sekolah tinggi tinggi naranda yaitu di Benggala.



Sumber https://www.sekolahpendidikan.com
loading...
Buat lebih berguna, kongsi:
close