Kebijakan Keras Pemerintah Kolonial Hindia Belanda

loading...
Pada ketika pemerintahan van Limburg Stirum di tahun 1916 hingga 1921, muncul banyak sekali pemberontakan yang dilancarkan para petani, contohnya di Pasar Rebo (1916), Jambi (1916), Cimareme (1918), dan juga Toli Toli (1920). Pemberontakan petani-petani tersebut ternyata memicu santunan dari banyak sekali organisasi, contohnya CSI dan PFB (Personel Fabriek Bond).

Pada ketika pemerintahan van Limburg Stirum di tahun  Kebijakan Keras Pemerintah Kolonial HINDIA BELANDA

Gubernur Jenderal van Limburg Stirum cukup bijaksana mencermati duduk perkara yang terjadi. la berjanji akan menggalakan perubahan terhadap sistem manajemen pemerintahan Hindia Belanda dan pula kekuasaan Dewan Rakyat sehingga sanggup meredam gejolak masyarakat.

Pengganti van Limburg Stirum yaitu Gubernur Jenderal Dirk Fock yang bersikap otokratis dan mengabaikan kekuatan rakyat yang sedang berkembang. Pada masa Dirck Fork timbul pemogokan menyerupai di Pegadaian Yogyakarta (Januari 1922) dan di daerah Kereta Api (Mei 1923).

Pemerintah mengambil tindakan tegas atas kejadian-kejadian tersebut. Hak melangsungkan pertemuan-pertemuan ditiadakan, wilayah Yogyakarta dikuasai polisi, serta banyak buruh dipecat. Pada 1926 karenanya Partai Komunis Indonesia melaksanakan pemberontakan kepada pemerintah kolonial Hindia Belanda.

Akibat dari kejadian itu yaitu dimulailah periode penindasan pada organisasi pergerakan di Indonesia. Akhirnya yang terjadi yaitu makin berpengaruh radikalisme pergerakan makin represif dan reaksioner. Begitu pula tindakan yang diambil oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda.

Tindakan demokratis dan permisif terhadap pergerakan diperlihatkan oleh de Graeff (1926-1931) pengganti Dirk Fock. Tetapi tindakan tersebut berubah pada pemerintahan de Jonge (1931 -1936) yang menggantikan De Graeff.

Pada ketika de Jonge berkuasa Hindia Belanda sedang terkena krisis ekonomi dunia. Tak berjalannya perbankan, banyak sekali pabrik, maupun industri mengakibatkan munculnya pemecatan buruh besar-besaran. Akibatnya pengangguran besar-besaran pun timbul dan eksploitasi terhadap Indonesia semakin memilukan. Hal ini memicu kaum pergerakan semakin intensif melaksanakan koordinasi.

Dalam bidang politik, pemerintah kolonial pula melaksanakan kebijakan yang sangat reaksioner terhadap dunia pergerakan nasional. Terutama Gubernur Jenderal de Jonge yang ketika itu bersikap tegas dan keras kepada kaum pergerakan.

Dia melaksanakan pengawasan ketat kepada rapat-rapat umum, melaksanakan penangkapan dan juga pemenjaraan kepada sejumlah pencetus hingga melarang acara pers. Seakan pergerakan nasional sudah mati suri pada masa krisis ekonomi.

Demikian klarifikasi mengenai KEBIJAKAN KERAS PEMERINTAH KOLONIAL HINDIA BELANDA, biar sanggup bermanfaat.
Sumber https://www.sekolahpendidikan.com
loading...
Buat lebih berguna, kongsi:
close